Archive for September 7, 2010


Kombinasi Islam dan Sepak Bola Frederic (Oumar) Kanoute

Frederic (Oumar) Kanoute

Penggemar sepak bola La Liga Spanyol mungkin tak asing dengan nama Frederic Kanoute, striker asal Mali. Pemain bertubuh jangkung ini adalah penyerang hebat yang bermain di klub Sevilla. Ia memperkuat klub tersebut sejak musim panas 2005 hingga sekarang. Selama lima musim bergulir, lebih dari 80 gol dia ciptakan ke gawang lawan. Bahkan, dalam beberapa musim terakhir, namanya selalu berada di barisan teratas top skor (el Pichichi) Liga Spanyol.

Pada leg pertama Piala Super Spanyol (15/8) lalu, Kanoute menyumbangkan dua gol untuk menundukkan juara Liga Spanyol, Barcelona, dengan skor 3-1 di Stadion Ramon Sanchez Pizjuan, Sevilla. Sayang, pada leg kedua (22/8), di Camp Nou, markas Barcelona, Sevilla ditundukkan dengan skor telak 0-4. Pada leg kedua ini, Kanoute tidak ikut bermain.

Nama Kanoute semakin mendapat perhatian seusai ia mencetak gol ke gawang Deportivo La Coruna dalam kejuaraan Copa del Rey (Piala Raja) pada 7 Januari 2009 silam. Ketika itu, seusai bikin gol, ia membuka jersey (kaus)-nya dan menunjukkan tulisan Palestina dalam berbagai bahasa, termasuk Arab.

Kanoute menjadi satu-satunya pesepak bola Muslim di Eropa yang menunjukkan dukungannya langsung di lapangan dalam sebuah pertandingan resmi atas tragedi Palestina. Ia tampak begitu emosional ketika itu. Ia berlari-lari menuju kamera TV dan para fotografer untuk mengambil fotonya sambil meminta Israel dan Amerika Serikat maupun sekutunya menghentikan agresinya terhadap Palestina. Bahkan, pada pertandingan lainnya, ia juga sempat menunjukkan sikapnya yang tegas terhadap Israel.

Itulah Frederic Kanoute. Dia adalah salah seorang pesepak bola yang beragama Islam. Apa yang ditunjukkannya itu merupakan kecintaannya pada Islam dan umat Islam. Siapa pun yang berani menginjak-injak kehormatan Islam, Kanoute akan berada di garda terdepan untuk menyuarakannya. Tentu saja, cara yang ditunjukkannya dengan cara yang damai dengan prestasi gemilang di lapangan hijau.

Pria asal Mali ini lahir di Sante-Foy-Les, Lyon, (Prancis), pada 2 September 1977. Kariernya sebagai pemain sepak bola dimulai saat bermain sebagai striker di klub lokal Prancis, Olympique Lyonnais, pada 1997-2000. Setelah itu, dilanjutkannya di West Ham United pada 2000-2003. Saat bermain di West Ham, Kanoute tampil di 84 laga dan berhasil mencetak 29 gol.

Namun, pada akhirnya di 2003, Kanoute meninggalkan West Ham dan beralih ke klub Tottenham Hotspur hingga 2005. Terakhir, sejak 17 Agustus 2005 hingga kini, Frederic telah menambatkan hatinya pada Sevilla. Klub yang kini membesarkan namanya.

Selama menjalani karier sebagai pesepak bola profesional, ia berhasil meraih sejumlah gelar bergengsi, baik bersama klub maupun personal. Bersama Sevilla, ia sudah memberikan enam gelar, yakni Piala UEFA (2006 dan 2007), Piala Super Eropa (2007), Piala Raja (2007, 2010), dan Piala Super Spanyol (2007). Sedangkan, untuk gelar pribadi, ia menjadi pemain terbaik Afrika tahun 2007.

Gelar sebagai African Footballer of the Year 2007 (pemain terbaik Afrika) adalah gelar pertama yang diraih oleh seorang warga Afrika yang lahir di Eropa tersebut. Kanoute juga menjadi pemain Mali pertama yang menjadi pemain terbaik Afrika setelah Salif Keita pada 1970.

Penghargaan itu diumumkan Konfederasi Sepak Bola Afrika (CAS) di Lome, Togo, melalui penetapan berdasarkan voting 57 pelatih tim nasional (timnas) anggota CAS. Ketika itu, Kanoute mengalahkan dua kandidat lain, yakni gelandang dan striker Chelsea, Michael Essien (Ghana) dan Didier Drogba (Pantai Gading).

Sebelumnya, striker berusia 33 tahun ini juga masuk nominasi sebagai pemain terbaik atas perannya meloloskan Mali ke putaran final Piala Afrika 2008. Seakan berusaha membuat prestasinya paripurna, dia juga membantu Sevilla menjuarai Piala UEFA dan Piala Raja. Karena itu pula, ia menjadi salah satu idola publik Ramon Sanchez Pizjuan sepeninggal Javier Saviola.

Kanoute­ –panggilan akrabnya– ­lahir di Sainte Foy-les-Lyon, kawasan metropolitan di pinggiran Lyon, kota terbesar kedua di Prancis setelah Paris. Ayahnya adalah warga negara Mali, negara yang bentuknya seperti kupu-kupu. Ia menetap di Paris saat berusia 21 tahun dan menjadi pekerja pabrik. Sang ayah menikah dengan perempuan Prancis, seorang profesor filsafat­ ibu Kanoute. Pendidikan menjadi hal penting di keluarga mereka.

Saudara laki-laki Kanoute seorang doktor, saudara perempuannya guru sekolah perawat. Dia sendiri selalu diharapkan ayah ibunya untuk masuk universitas. “Tapi, ayah, ibu, dan saudara-saudara saya tak keberatan saat saya memutuskan untuk berkarier sebagai pemain sepak bola. Meski tentu saja mereka lebih suka bila saya meneruskan kuliah,” ceritanya sambil tertawa.

Menjadi Muslim Kanoute muda mengenal Islam dari lingkungannya yang banyak dihuni para imigran dari Afrika bekas jajahan Prancis. Karena tertarik, dia lantas mencari buku-buku rujukan. Tepat pada tahun pertama memulai karier profesional bersama Lyon, musim 1997/1998, saat usianya 20 tahun, dia mengucapkan kalimat syahadat. Namanya lantas berganti menjadi Frederic berganti menjadi Fr Oumar Kanoute.

Dia kemudian menikahi perempuan keturunan Mali, Fatima. Mereka telah dikaruniai dua putra: Ibrahim, 7 tahun dan Iman, 5 tahun 6 bulan. Ia mengaku sudah menghabiskan banyak waktu merenung mengenai kepercayaan dan agama. “Keputusan saya bukan tanpa alasan. Saya sudah menghabiskan banyak waktu merenung mengenai kepercayaan dan agama.

Islam mampu membuktikan dan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan sulit soal hidup. Saya membaca dan terus membaca sehingga akhirnya yakin telah melakukan sesuatu yang benar,” tuturnya. Singkatnya, melalui Islam, katanya, Kanoute menemukan jawaban, keseimbangan, dan perdamaian.

Bahkan, dengan kecintaannya yang teramat besar kepada sepak bola, Kanoute tetap meyakini ada sesuatu yang lebih penting dalam hidupnya. “Saya pikir ada sesuatu yang lebih besar dibandingkan sepak bola. Tapi, bukan berarti sepak bola tak penting. Yang jelas saya mendapat pencerahan saat menjadi Muslim. Aturan dan hukum Islam menjadi model terbaik saya dalam menjalani hidup. Islam membantu saya menjalani hidup yang benar,” tegas Kanoute.

Namun demikian, bukan tanpa halangan ketika Kanoute memutuskan memeluk Islam. Apalagi di saat berbagai media internasional sedang gencar-gencarnya memberitakan bahwa Islam sangat berbahaya dan memicu aksi terorisme. “Situasinya memang sangat sulit,” ungkap Kanoute.

Tetapi, dengan hati yang teguh, dia selalu menjawab bahwa mereka yang terlalu fanatik dan berbuat teror hanyalah segelintir umat Islam di dunia. Bukan berarti publik, kata dia, bisa menghakimi seluruh umat Islam. Sebab, dalam hatinya meyakini bahwa Islam selalu mengajarkan pemeluknya untuk hidup dengan benar dalam perdamaian.

Umat Islam, termasuk dirinya, lebih sering mendengar dan membaca banyak omong kosong tentang Islam. Media, kata dia, telah membuat rasa takut terhadap Muslim. George Bush pun, tambahnya, telah menggunakan alasan terorisme untuk menyerang Irak dan Afghanistan.

Sikapnya yang keras dalam membela Islam itu, diakui Frederic, membuat dia dihina oleh para pemain sepak bola lainnya. “Ya dan beberapa dari mereka masih bermain di Spanyol,” katanya.

Namun, terkait hal ini, ia menyatakan siap untuk menghadapi apa pun dan tidak akan beranjak sedikit pun meninggalkan Islam. Seolah ingin memantapkan posisi keislamannya, Kanoute juga menerapkan perilaku Islami saat bertemu publik, baik di ruang pers maupun saat latihan di tempat latihan Spurs di Chigwell.

Pemain yang murah senyum dan berbicara hati-hati ini tak mengikuti gaya para pesepak bola Inggris yang gemar mengenakan anting berlian, mengecat rambut, dan mengendarai mobil mewah. Sikap keislamannya juga terlihat dari perilaku Kanoute yang dikenal sebagai pesepak bola Muslim yang taat.

Ia kerap melakukan shalat lima waktu di ruang ganti ketika pertandingan berjalan, tetap berpuasa dalam pertandingan dan latihan di bulan Ramadhan. Dia juga tidak meminum bir, menyelamatkan sebuah masjid di Sevilla, dan meminta kostum khusus tanpa sponsor karena Sevilla –klub tempat ia bernaung ketika itu– disponsori oleh rumah judi.

sumber :republika.co.id

PORNOGRAFI PERUSAK MORAL BANGSA MARI KITA TURUT MEMBRANTASNYA

Pengajian Periasi Tauhid AHAD LEGI putaran bulan September 2010 bertempat di Masjid Biirul Waalidaiin Padem Girikarto Panggang pada hari Ahad tanggal 5 September.Pengajian dimulai dengan buka puasa bersama  karena bersamaan dengan bulan Romadlon 1431 H. Sebelum pengajain ada tausyiah yang disampaikan  oleh Ustazd Drs H Wirobrodus Romanus Lasiman MA yang diikuti oleh seluruh jama’ah baik ibu-ibu maupun bapak-bapak serta santri –santri TPA.

2010 .

Gb. Jama’ah ibu-ibu siap sholat Maghrib berjama’ah

Setelah waktu buka puasa tiba maka seluruh jama’ah yang ada menikmati  buka puasa yang sudah disediakan oleh panitia.Teh manis ,Gethuk gendruk dan kacang godhog disediakan untuk dinikmati serta nasi box dengan sambal kering dan gulai ayam  menjadikan buka puasa terasa sangat nikmat. Dipertengahan disuguhkan nasi Thiwul dan gudheg daun papaya yang sangat nikmat sehingga  nasi box habis langsung tambah nasi thiwul dan gudheg daun papaya.

Gb. Penerima bingkisan berpose dengan bapak Willybrodus Romanus Lasiman MA

Sehabis buka puasa dari Jama’ah Perisai Tauhid AHAD LEGI menyerahkan bingkisan yang disampaikan secara simbolis oleh Ustazd Drs H Wirobrodus Romanus Laiman MA dan juga diserahkan pula zakat maal kepada perwakilan jama’ah.Sebagian panitia menurunkan bingkisan dari mobil untuk dibagikan kepada jama’ah muallaf  semuanya.

Setelah  waktu sholad Isya’ , seluruh jama’ah melaksanakan sholat Jama’ah dilanjutkan sholat Taroweh dengan Iman bapak Ali Shodiqin Sutanto Sag dari Banaran Playen.

Sehabis sholat Tarowih dilanjutkan pengajian yang disampaikan oleh Ustad WR Lasiman.Dengan penyampaian yang menarik dan komunikatif membuat jama’ah mengikuti dengan khusuk.Di pertengahan pengajian hujan turun dengan derasnya sehingga jama’ah ibu-ibu di luar masjid yang di bawah tenda darurat harus masuk ke dalam masjid di karenakan  hujan masuk ke bawah tenda membasahi jama’ah ibu-ibu.

Belum selesai mengatur jama’ah ibu –ibu secara mendadak listrik mati sehingga soun system mati sehingga pengajian hanya memakai cahaya lampu senter serta tanpa pengeras suara.Walaupun  tanpa pengeras suara tetapi dengan suara yang lantang ustazd WR Lasiman MA tetap membuat jama’ah mengikuti dengan sungguh-sungguh apalagi dengan adanya komunikatif  dengan jama’ah.

Materi yang disampaikan ustazd WR Lasiman pada saat ini tentang Rukun Iman dan Rukun Islam yang sangan pas dengan kondisi jama’ah yang sebagian besar masih muallaf.

Diakhir pengajain ustazd WR Lasiman menutup dengan do’a yang diikuti oleh seluruh jama’ah dengan khusuk.

Selesai pengajian dari Ustazd WR Lasiman  dilanjutkan sambutan dari bapak kepala dusun Padem yang disampaikan dalam suasana yang listrik mati dan tanpa sound system ,tetapi  jama’ah pun bisa mengikuti dengan sebaik-baiknya.

Demikian sekilas kegiatan jama’ah pengajian Perisai Tauhid Ahad Legi semoga merupakan kegiatan untuk menolong agama Alloh sehingga agama Islam menjadi rohmatan lil ‘alamin.